NAHWU MAZHAB KUFAH
Oleh: Fuad Munajat
Pendahuluan
Dua aliran utama dalam khasanah pemikiran nahwu adalah aliran Bashrah dan Kufah. Keduanya tidak dapat disangkal sebagai pemakadam jalan bagian kajian nahwu (gramatika Arab). Seandainya aliran Bashrah disebut peletak dasar nahwu maka aliran Kufah merupakan mata rantai dari pengokoh kajian gramatika Arab terutama dengan ciri khas tertentu yang terkadang merupakan pendekatan yang berdiri diametral dengan aliran Bashrah.
Secara sederhana dapat dikatakan perbedaan kedua aliran nahwu tersebut terletak pada perbedaan metodologi yang digunakan oleh keduanya. Aliran Bashrah dalam banyak hal lebih berupaya menciptakan kaidah berdasarkan banyak contoh. Dengan demikian aliran Bashrah menganggap contoh yang sedikit tidak dapat dijadikan dalil atau paling tidak mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang syaadz. Berlawanan dengan aliran Bashrah, kita menemukan aliran Kufah lebih menganggap bahasa yang benar haruslah sebagaimana diriwayatkan oleh penuturnya betapapun syadznya riwayat itu.
Dengan demikian tidak mengherankan kalau dalam prakteknya kedua aliran tersebut selalu mengedepankan pendekatan yang berbeda dan pada akhirnya pemikiran yang mereka hasilkan juga berbeda. Dalam hal ini aliran Bashrah terkenal dengan pendekatan ta’lil dan falsafi yang cenderung preskriptif sementara Kufah terkenal dengan pendekatan riwayah yang cenderung deskriptif.
Kecenderungan aliran Kufah terhadap penggunaan riwayah bukan tanpa alasan. Kufah dikenal sebagai daerah yang banyak didiami Sahabat nabi di samping para ahli nahwu mereka kebanyakan merupakan ahli qiraat. Dengan demikian bagi mereka riwayat merupakan sesuatu yang lebih penting ketimbang penalaran falsafi.
Secara eksplisit, Dr. Shalah Rawwaiy menyebutkan tiga macam ciri-ciri umum aliran kufah berikut ;
1. keluasan dalam penggunaan riwayat
Aliran Kufah sangat bertopang pada syi’ir orang Arab pedalaman
2. keluasaan dalam analogi (qiyas)
Dalam hal ini kritik dapat dikedepankan mengingat terkadang mereka hanya menggunakan sebuah syi’ir sebagai syahid.
3. perbedaan penggunaan istilah nahwu dan hal-hal yang berkaitan dengan amil dan ma’mul
Perbedaan pemikiran Kufah dengan Bashrah
Dalam bukunya yang fenomenal, al-Inshaaf, al-Anbaariy (dalam Shalah Rawwaiy, 2000 : 422-427) mendaftarkan sekitar 121 masalah yang menjadi titik perbedaan antara aliran Bashrah dan Kufah. Kami sebutkan beberapa perbedaan pendapat tersebut di antaranya sebagai berikut :
No Masalah Aliran Bashrah Aliran Kufah
1 Asal derivasi Masdar dari fi’il Fi’il dari Masdar
2 Sebab rafa’nya mubtada ibtida khobar
3 Sebab rafa’nya khobar a. ibtida
b. ibtida dan mubtada
c. mubtada saja mubtada
4 Sebab maf’ul nashab Fi’il Fi’il dan fa’il
5 Ma al-Hijaziyah Beramal pada khobar Tidak beramal pada khobar
6 Inna Merafa’kan khobar Tidak merafa’kan khobar
Adapun tokoh-tokoh aliran Kufah beserta karakteristik pemikiran nahwu pada masing-masing angkatan sebagaimana tertera pada table berikut :
NO GENERASI TOKOH BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN TOKOH ALIRAN KUFAH
Pertama 1. Mu’adz al-Hara’i (w 187 H)
• Nama aslinya adalah Abu Muslim Mu’adz Ibn Muslim al-Harraa’i. Tinggal di Kufah dan mendalami Nahwu bersama anak dari saudaranya, yaitu ar-Ru’asi dan menyebarkan prinsip-prinsip Nahwu madzhab Bashrah..
• Ia sangat mahir dalam menguasai Nahwu dan Shorf.
• Menurut as-Suyuthi, orang pertama yang menyusun buku tentang tashrif adalah Mu’adz.
• Karya Mu’adz ini diadopsi dari kumpulan pengetahuan tentang nahwu dan sharf dari buku Masaa’il at-Tadriib.
• Sejak saat itu, tashrif mulai dikenal sebagai pengetahuan yang mandiri sejak abad ke-2 H ketika susunannya diperbaharui oleh Uthman Ibn Baqiyah al-Maziniy dalam kitabnya at-Tahsrif setelah sekian lama menjadi bagian dari studi Nahwu. Mu’adz wafat di Kufah pada tahun 187 H.
2. Ar-Ru’asi:
• Nama aslinya adalah Abu Ja’far Muhamad Ibn al-Hasan. Beliau dijuluki ar-Ru’asi karena mempunyai kepala yang besar.
• Ia dibesarkan di Kufah, datang ke Bashrah dan belajar kepada Isa Ibn Umar, Abu Amr Ibn al-‘Ala’i, dan kembali ke Kufah untuk mempelajari Nahwu bersama pamannya, Mu’adz al-Hara’i, selain belajar dari Al-Kisa’i dan al-Farra’i.
• Ar-Ru’asi mengarang kitab Nahwu al-Faishal, yaitu kitab yang pertama kali muncul dan membahas tentang studi Nahwu madzhab Kufah.
• Ibn Nadim dan Ibn Anbari juga menyebutkan bahwa ar-Ru’asi ini memiliki banyak karya dalam ilmu Nahwu, diantaranya yaitu: al-Faishal, at-Tashghir, Ma’ani al-Qur’an, al-Waqf wal-Ibtidaa’, dan sebagainya. Ar-Ru’asi wafat di Kufah pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid.
KARAKTERISTIK GENERASI PERTAMA
Studi nahwu masih menggunakan pembelajaran mazhab Basrah
Belum ada pendapat yang dapat diperhitungkan sebagai pendapat genuine dari ulama Kufah, dugaan yang beredar pemasukan dua tokoh generasi awal yakni al-Hara’i dan ar-Ru’asi ke dalam kelompok ini tidak tepat karena sejatinya keduanya masih merupakan tokoh nahwu Bashrah.
Kedua pendahulu nahwu mazhab Bashrah ini telah memberikan dasar-dasar pijakan yang relatif sangat kuat dalam pembelajaran Nahwu meskipun kecenderungan ini bermula dari pembelajaran mereka terhadap Nahwu mazhab Bashrah.
2 Kedua Al-Kisa’i (119 H -189 H )
• Nama lengkapnya Abu Hasan Ali ibn Hamzah, berkebangsaan Persia. Sedangkan “Al-Kisa’i” merupakan julukan yang diberikan kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa julukan tersebut diperoleh karena beliau menghadiri sebuah majlis Hamzah ibn Habib az-Ziyat dengan memakai baju (كساء) hitam yang mahal. Ketika absen, sang guru pun menyakan ketidakhadirannya kepada hadirin : apa yang telah dilakukan oleh si pemakai baju bagus? Sejak saat itu, beliau lebih dikenal dengan panggilan Al-Kisa’i.
• Dia lahir di Kufah, pada tahun 119 H dan wafat pada 189 H dalam perjalanannya menuju Tus (sebuah wilayah di Persia).
• Al-Kisa’i giat mengikuti beragam majlis qira’ah dengan guru-guru yang beraneka pula. Salah satunya, pembacaan syair yang dipimpin oleh Khalil ibn Ahmad. Hingga akhirnya Al-Kisa’i paham bahwa syair-syair tersebut bersumber dari masyarakat Badui yang bermukim di Hijaz, Nejed dan Tihamah. Untuk memuaskan rasa keingintahuannya, beliau mendatangi masyarakat tersebut dengan menuliskan setiap apa yang didengarnya sehingga menghabiskan 15 botol tinta.
Pemikiran Al-Kisa’i :
1. Diperbolehkannya menta’kidkan kata yang sebenarnya berhubungan, tetapi kata tersebut terhapus dalam penggunaannya dan digantikan oleh waw athf sebagai gantinya. Contoh: جاء الذى ضربت نفسه، أى: ضربته نفسه
2. Tambahan huruf jar منdalam perkataan/firman Allah SWT yang positif. Contoh: seperti firman Allah SWT: و يغفر لكم من ذنو بكم، ولقد حاءك من نبإ المر سلين
3. Diperbolehkannya penggunaan kataإن setelah bertemu dengan kata ما. Contoh: إنما زيدا قائم
4. Bahwa لعل bermakna taqlil (minimal). Contoh: seperti firman Allah SWT فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى
5. Bahwa لولا terkadang juga bermakna هلا. Contoh: seperti firman Allah SWT فلو لا كانت قرية آمنت فنفعها إيمانها
KARAKTERISTIK GENERASI KEDUA
pembahasan yang mendalam didasarkan ‘penelitian lapangan’
menggunakan siasat untuk meraih pengetahuan; membaca “Kitab Sibawaih” secara sembunyi-sembunyi
berdiskusi dengan para tokoh aliran Basrah
penulisan dan pembukuan, seperti buku yang ditulisnya: Ma’anil Qur’an, Mukhtashirun fi an-Nahwi, al-Hudud an-Nahwiyah, dan lainnya.
3 Ketiga 1. Al-Ahmar (w 194 H)
• Terlahir dengan nama lengkap Abu Hasan Ali Ibn Hasan, tetapi terkenal dengan nama al-Ahmar.
• Beliau merupakan salah seorang murid Al-Kisa’i. Wafat dalam pelaksanaan haji pada tahun 194 H.
• Disebutkan oleh Tsa’lab bahwa beliau hapal 40 ribu syahid (kutipan, contoh) tentang nahwu.
• Adapun karyanya: Maqayis at-Tashrif, Tafannun al-Balgha’i
2. Al-Fara’ (144-207 H) • Nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya ibn Ziyad ibn Abdullah ibn Marwan ad-Dailumiy. Lahir di Kufah pada tahun 144 H, berkebangsaan Persia dan meninggal pada tahun 207 dalam perjalanannya menuju Mekkah.
• Menghabiskan hidupnya dengan mempelajari qira’ah, tafsir, syair dari Abu Bakar ibn ‘Ayyas dan Sufyan ibn ‘Iyyinah. Sedangkan guru bahasa dan nahwunya adalah Abi Ja’far ar-Ru’asiy dan Al-Kisa’i. Beliau juga seorang murid Al-Kisa’i yang banyak mendapat pengetahuan riwayat mengenai bangsa Arab dari Gurunya.
• Selanjutnya, beliau juga meneruskan studinya ke Bashrah setelah kematian Khalil ibn Ahmad, yang kemudian posisinya digantikan oleh Yunus ibn Habib. Hingga akhirnya, dia belajar kepada Yunus mengenai nahwu dan bahasa. Adapun karya-karyanya cukup banyak, yang di antaranya adalah: Lughatu al-Qur’an, an-Nawadir, al-Kitaab al-Kabiir fi an-Nahwi, dan lainnya
Pemikiran Al-Farra’:
1. Mengakhirkan Khabar apabila ia diawali dengan إن. Contoh: إن العلم نور قول المشهور
2. Diperbolehkannya menggunakan ل ibtida bagi kata-kata نِعْمَ dan بِـئْسَ Contoh: إن محمدا لنعم الرجل
3. Digunakannya إلا untuk sebagai pengganti و dalam perkataan maupun makna. Contoh: seperti firman Allah SWT: لئلا يكون للناس عليكم حجة إلا الذين ظلموا منهم
4. Diperbolehkannya penggunaan “athf pada dua pernyataan yang berbeda di dalam ilmu nahwu. Contoh:
فى الدر زيد والحجرة عمرو؛ بعطف الحجرة على الدار، و عمرو على زيد dan lain-lain.
3. Hisyam adh-Dharir (w. 209 H) • Nama lengkapnya Abu Abdullah Hisyam ibn Mu’awiyah ad-Dharir yang wafat pada tahun 209, sedangkan untuk tahun kelahirannya tidak disebutkan.
• Beliau juga merupakan salah seorang murid Al-Kisa’i, yang kemudian mengabdikan dirinya dengan menjadi tutorial bagi murid-muridnya.
• karya beliau di antaranya tiga buah buku yaitu: al-Hudud, al-Mukhtashir dan al-Qiyash.
4. Al-Lihyaani (w. 220) • Dengan nama lengkap Abu Hasan Ali ibn Mubarak, sedangkan nama “al-lihyan” sebagai bentuk penghormatan terhadap lihyaan-nya (jenggot). Wafat pada tahun 220 H.
• Selain berguru kepada Al-Kisa’i, dia juga belajar kepada Abi Zayd, Abi Ubaidah dan lainnya.
KARAKTERISTIK GENERASI KETIGA
Semakin maraknya penulisan baik dalam ilmu agama maupun ilmu bahasa
Mulai otonomnya Sharf
Dimulainya konsentrasi penulisan tentang Nahwu secara terpisah
Perhatian khusus terhadap kesalahan lisan secara umum dan upaya memperbaikinya
Merebaknya perdebatan antara kelompok Kufah dan Bashrah
Lahirnya istilah-istilah Nahwu Kufah
4 Keempat 1. Ibnu Sa’dan (161-231 H) • Nama lengkapnya Abu Ja’far Muhammad ibn Sa’dan adh-Dharir.
• Lahir di Baghdad pada tahun 161 H, sedangkan tumbuh besar di Kufah.
• Kemudian meninggal dunia pada tahun 231 H, dengan menulis 1 buku Nahwu dan lainnya buku-buku mengenai Qira’at.
2. Ath-Thuwal (w 234 H) • Beliau bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abdullah ath-Thuwal, dan tumbuh di Kufah. Wafat pada tahun 234 H.
• Belajar nahwu kepada Al-Kisa’i. kemudian ke Baghdad dengan mengikuti majlis Qira’ah Abu Umar dan ad-Dauri
3. Ibnu Qadim (w 251 H) • Nama lengkapnya Abu Ja’far Muhammad ibn Abdullah ibn Qadim. Wafat pada tahun 251 H.
• Ibnu Qadim mempelajari nahwu dari al-Farra, Tsa’lab.
• Adapun karya nahwunya adalah: al-Kaafi dan al-Mukhtashir.
KARAKTERISTIK GENERASI KEEMPAT
Karakteristik generasi ini secara umum tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya (ketiga), hanya sudah mulai berkurang kegiatan menyusun karangan sampai batas tertentu
Tidak muncul pendapat-pendapat khas pada bidang nahwu dan sharf karena sebagian besar generasi tersebut memperbincangkan pendapat-pendapat ahli nahwu Kufah sebelumnya
5 Kelima Tsa’lab (lahir 200 H)
• Nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya ibn Yazid, tetapi terkenal dengan Tsa’lab.
• Beliau berkebangsaan Persia, namun lahir dan tumbuh di Baghdad. Tahun kelahirannya pada 200 H. Sejak kecil sudah mempelajari berbagai ilmu; membaca, menulis, menghapal al-Qur’an dan sya’ir Arab.
• Karyanya:
a. Majaalis Tsa’lab; di dalamnya merangkum berbagai pemikirannya tentang nahwu, bahasa, makna al-Qur’an dan syair-syair asing
b. Al-Fashih
c. Qawaaidu asy-Syi’ri
Adapun karyanya yang membahas tentang nahwu adalah:
a. Ikhtilafu an-Nahwiyiin
b. Ma Yansharifu wa ma laa yansharif
c. Haddu an-Nahwi
KARAKTERISTIK GENERASI KELIMA
Pengetahuan yang beraneka ragam; nahwu, bahasa, balaghah dan lainnya
Banyaknya penulisan dari berbagai ilmu pengetahuan
Daftar Bacaan
Abduhu Ar-Rajihi, 1980, Duruus fi al-Madzaahib an-Nahwiyya, Daar an-Nahdla al-‘Arabiyya, Beirut
Abd al-Hadi al-Fadlaliy, 1986, Maraakiz ad-Diraasaat an-Nahwiyya, Maktaba al-Mannaar, al-Urdun
Shalah Rawwaiy, 2000, An-Nahwu al-‘Arabiy; Nasyatuhu, tathawwuruhu, Madaarisuhu, Rijaaluhu, Daar Ghariib, al-Qaahira
Jumat, 22 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
شكرا tuk postingannya.......
BalasHapusnambah referensi neh buat makalah...
mazhab baghdad nya bisa diposting kah???
BalasHapus